Kamis, 18 Oktober 2012

Sikap Konsumen terhadap Private Label

Di industri retail, tren mengembangkan merek sendiri atau dikenal dengan istilah private label, saat ini semakin berkembang—khususnya di Eropa, Amerika, dan daerah Pasifik. Hal itu didukung oleh sikap konsumen yang positif terhadap keberadaan produk private label. Di sana, sudah banyak konsumen yang menganggap bahwa produk tersebut merupakan alternatif yang baik terhadap merek lainnya. Hasil survei AC Nielsen tentang Sikap Konsumen terhadap Private Label yang belum lama ini dilakukan, menunjukkan bahwa 78% konsumen di Eropa menyatakan “setuju” dan “sangat setuju” bahwa private label merupakan alternatif yang baik terhadap merek lainnya.

Dukungan yang besar terhadap keberadaan produk tersebut juga dikemukakan oleh konsumen di Pasifik (78%), Amerika Utara (77%) dan Afrika Selatan (72%). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 64% konsumen di Amerika Latin dan 51% konsumen di Asia.

Di antara 38 negara cakupan survei, Belanda (91%), Portugal (89%) dan German (88%) adalah negara-negara yang memimpin dalam tingkat kesetujuan konsumen terhadap pernyataan bahwa produk ini merupakan alternatif yang baik. Kondisi itu dimungkinkan karena memang kehadiran private label yang sangat kuat di sana.

Bagaimana dengan Asia? Keberadaan private label di Asia masih belum kuat. Hal ini tercermin dari hasil survei yang menunjukkan 8 dari 10 negara terbawah berasal dari Asia, dengan konsumen Jepang dan Malaysia (35%) yang paling sedikit setuju bahwa merek-merek keluaran pasar swalayan itu adalah alternatif terhadap merek lainnya. Tidak jauh beda dengan di Indonesia, kehadiran private label saat ini masih belum banyak mendapat dukungan dari konsumen. Sebagaimana terlihat hasil survei 2004, di mana hanya 21% konsumen Indonesia yang membeli produk tersebut.

Meskipun lebih murah, tidak berarti bahwa private label hanya berarti bagi orang-orang yang memiliki anggaran terbatas. Konsumen global tidak setuju jika private label dimaksudkan untuk kalangan dengan anggaran terbatas, yang tidak sanggup membeli merek-merek terbaik. Ini berlaku pada lebih dari separuh konsumen di AS (56%), Pasifik (54%), dan Eropa (50%). Sebaliknya, di negara berkembang, lebih dari dua pertiga konsumen Taiwan, Malaysia, Indonesia dan Filipina setuju bahwa private label adalah untuk orang yang tidak sanggup membeli merek-merek terbaik.

Sikap seperti itu dapat dikaitkan dengan kurangnya pemahaman akan merek-merek retailer di pasar negara berkembang. Contohnya di Malaysia dan Taiwan, hampir separuh dari responden juga setuju bahwa mereka tidak tahu banyak tentang merek-merek retailer untuk mencobanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar