Sempat dinilai menyesatkan dan menuai banyak kritik
karena iklannya memakai endorser artis dan dokter, Top One kini menjawab
dengan iklan keunggulan produk. Bisakah?
Apa hubungannya antara artis dengan oli?
Jelas tidak ada. Tapi kalau menengok Top One, jelas hubungan itu ada.
Tak bisa dipungkiri, popularitas Top One tak terpisahkan dengan
artis-artis yang selama ini dijadikan endorser. Berkat para artis itu,
Top 1 berhasil mengungguli merek-merek lain untuk kategori brand awareness. Data Mars menyebutkan angkanya di atas 50%. Tahun lalu, awareness oli asal Amerika itu mencapai 47% untuk kendaraan roda dua. Untuk iklan Top of Mind (TOM) sebesar 51%. Sedangkan dari sisi brand, mencapai 44%.
Artinya, Top One berhasil membangun brand. Padahal,
persaingan di kategori produk oli sangat ketat. Tercatat ada ratusan
merek yang memperebutkan pasar ini. Top One ternyata cukup jeli melihat
karakter konsumen nasional. Ketika pemain lain sibuk mengkomunikasikan
keunggulan merek lewat mekanik atau pembalap, mereka justru memilih
artis. Kultur paternalistik yang mengikuti tokoh masyarakat menjadikan
merek ini lebih populer dibandingkan merek-merek oli lainnya. Tapi bukan
berarti Top One tidak pernah menghadapi badai. Sejumlah kritik
dialamatkan kepada mereka karena dinilai menyesatkan. Ketika dokter
dipakai dalam iklan testimoninya, kritik bertambah tajam. Namun, di mata
konsumen yang menganut kultur paternalistik, Top One jadi pilihan. Data
terakhir pun menunjukkan market share-nya yang cukup besar, mencapai 13%.
Lalu, setelah sukses membangun merek, what’s next? Ryan
Alfons Kaloh, Product Manager Top One Oil mengungkapkan, pihaknya
sekarang berkonsentrasi pada edukasi konsumen. Boleh jadi langkah
tersebut ditempuh karena selama ini konsumen terpicu membeli lantaran
mengikuti kata artis (endorser). Sementara, mereka kurang tahu apa
kelebihan dari merek tersebut.
Belakangan, iklan-iklan Top One memang mulai bergeser dari testimoni
artis ke keunggulan produk. Edukasi konsumen dimulai dari iklan yang
menggunakan endorser grup band Dewa. Dengan itu, Top One ingin
menunjukkan kelebihan perusahaannya yang berada di Amerika. Soalnya,
selama ini banyak kritik di berbagai milis dan media yang meragukan asal
oli tersebut. Tapi, iklan versi Dewa menepis anggapan itu.
Kini, giliran menohok langsung ke sisi produk. Bersama biro
iklan Coleman-Handoko, Top One berani menampilkan iklan komparasi. Iklan
ini pun sempat dikritik dan dianggap tidak edukatif. Tapi, pihak Top
One berkilah, itu bukanlah hal yang baru. Di berbagai industri, misalnya
shampo dan minuman energi, iklan seperti itu sering terjadi.
Dari sisi kreatif, iklan terbaru versi komparasi itu tergolong
biasa-biasa saja. Bahkan, iklan-iklan sebelumnya pun, seperti testimoni
artis, dari sisi kreatif tergolong sangat standar. Kelebihannya terletak
pada sosok para artis itu sebagai tokoh yang bisa diikuti. Namun, meski
dari sisi kreatif sangat biasa, iklan terbaru itu bisa menjawab
keraguan konsumen soal keunggulan produk.
Menurut Alfons, target iklan komparasi itu agar konsumen mengerti bahwa mereka membeli oli yang tepat. Untuk non-user
sekadar memberitahu bahwa oli Top One terbaik. Iklan itu menampilkan
Sygnen 2000 yang dibandingkan dengan oli lain, yang ditujukan untuk
mengedepankan keunggulan technical aspect Top One. “Intinya, Top One sebagai oli sintetik memiliki keunggulan dari sisi kemurniannya, acid dan tahan terhadap temperatur yang tinggi. Dengan iklan itu, terungkaplah kelebihan Top One,” tuturnya.
Alfons mengakui banyak yang bertanya tentang perubahan tema iklan
tersebut. Menurutnya, selama ini, teknologi keunggulan produk tidak
terekspose dengan jelas kepada masyarakat. Selain itu, tambahnya,
mengingat tingkat kompetisi yang makin ketat, sudah seharusnya mereka
mengedepankan keunggulan teknologi mereka.
Baginya, jika arah komunikasi tidak bergeser atau hanya menggunakan
endorser artis, mereka tidak akan bisa menampilkan keunggulan produk.
“Kami sekarang benar-benar fokus ke produk, single focus kepada product assurance. Jadi untuk kepentingan saat ini, itulah yang kami tampilkan,” paparnya.
Sebenarnya konsumen Indonesia, kata Alfons, tidaklah technological minded.
Konsumen maunya tidak repot, yang penting isi oli, rutin ganti setiap
5.000 km, tidak rewel serta tidak mengendarai kendaraan di atas 100
km/jam. Mereka memilih oli yang simpel, ada di mana-mana dan banyak
pemakainya. Mereka butuh kepastian bahwa kendaraannya bisa dipakai
sehari-hari. Untuk itu perlu assurance piece of mind atau memakainya dengan tenang. Hal itulah yang selama ini Top One lakukan. Nah, iklan versi terbaru pun dimaksudkan untuk itu.
Alfons berharap, iklan terbarunya itu bisa meningkatkan penjualan. Untuk menjadi market leader
memang sulit karena harus menghadapi oli Pertamina yang harganya
relatif lebih terjangkau dan punya banyak varian. Tetapi, Top One
optimis bisa terus meningkatkan penjualan. (Tajwini Jahari/Noor Yanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar