Dengan lebih dari 32 juta akun Facebook dan 6 juta akun
Twitter, ditambah penetrasi internet yang mencapai 8,9% dari seluruh
penduduk Indonesia—atau 45 juta user, merupakan peluang bagi
pengembangan bisnis dan usaha lainnya pun terbuka lebar.
Transaksi online atau yang biasa disebut e-commerce di
Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. “Era dotcom” yang melahirkan
amazone.com maupun e-bay telah merevolusi cara belanja konvensional. Di
Indonesia pun lahir beberapa situs belanja online yang cukup dikenal masyarakat, seperti bhineka.com, e-grossir, dan banyak model startup lainnya.
Pertumbuhan e-commerce setiap tahun dapat mencapai angka dua
digit. Walaupun dunia diterjang oleh krisis finansial global,
pertumbuhan transaksi—misalnya di dua situs terbesar seperti e-bay dan
amazon.com—mencapai peningkatan hingga 31%. Di Indonesia perkembangan e-commerce ditandai dengan bertumbuhnya situs jual-beli ditambah dengan maraknya istilah startup yang dipakai oleh kaum muda di Indonesia untuk memulai bisnis berbasis internet.
Bila awal perkembangan e-commerce—misalnya
amazone.com—dimulai dari penjualan buku, di Indonesia dimulai dengan
penjualan komputer dan alat-alat elektronik. Pada tahun 2008, lebih dari
40% transaksi e-commerce ditujukan untuk reservasi pesawat
terbang. Pada tahun 2011, transaksi didominasi oleh penjualan buku,
diikuti dengan pakaian, sepatu, dan aksesori di peringkat kedua.
Selanjutnya tiket pesawat dan reservasi, barang-barang elektronik,
hingga software komputer.
Media internet di Indonesia menjadi pilihan seiring perkembangan social media, portal-portal elektronik, maupun komunitas. Orang melakukan pencarian melalui search engine atau juga mendapatkan rekomendasi dari rekan maupun komunitasnya.
Data Spire menunjukkan 90% orang mencari referensi/informasi melalui
rekomendasi dari orang yang mereka kenal. Sementara sejumlah 10%
merupakan opini atau testimoni mereka saja.
Dari data yang ditelusuri oleh Spire, dalam melakukan transaksi online,
40% merupakan rekomendasi dari rekan, teman, maupun komunitasnya. Hal
ini disebabkan oleh literasi terhadap teknologi internet itu sendiri;
semakin tinggi pengetahuan konsumen atas teknologi transaksi online, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan untuk bertransaksi. Lalu, diikuti dengan pencarian independen melalui search engine sebesar 38% dan 22% yang langsung menuliskan alamat URL-nya di browser.
Potensi transaksi online sangat besar, tahun lalu market size
mencapai USD 3,6 miliar atau sekitar Rp 35 triliun—sebuah nilai
transaksi yang menggiurkan. Namun, hal ini juga dibarengi dengan catatan
tingkat kejahatan cyber yang cukup besar—misalnya penipuan hingga pembobolan kartu kredit (carding), phising, virus, dan lain-lain. Berdasar laporan dari Norton yang bertajuk “Human Impact”, sebanyak 86% pengguna internet pernah menjadi korban kejahatan cyber.
Dari
kedua data Spire yang disajikan, ada korelasi antara rekomendasi dengan
isu keamanan yang membuat rekomendasi menjadi cukup sensitif bagi
pelaku transaksi online. Banyaknya penipuan dan rendahnya kepercayaan terhadap penjual (seller)
membuat rekomendasi menjadi pilihan sebagian besar pelaku transaksi.
Ditambah, usia pelaku transaksi yang mayoritas masih muda membuat mereka
dapat dengan gampang berganti pilihan dan sangat mudah untuk
dipengaruhi perorangan maupun kelompok (2/3 pelaku transaksi online merupakan kawula muda).
Dalam
media pilihan bertransaksi, forum jual-beli Kaskus menjadi portal
favorit. Sejumlah 73% mengakses Kaskus berdasarkan rekomendasi rekan
atau teman. Situs Kaskus yang memiliki komunitas lebih dari 3 juta orang
ini pun menjadi salah satu portal dengan traffic terbesar di
Indonesia. Diikuti dengan Facebook yang walaupun memiliki angka pengguna
yang tinggi, hanya 10% dari jumlah responden menentukan pilihan
belanjanya di situs ini. Diikuti dengan egrossir.com, situs yang berdiri
tahun 2004 tersebut mendapat traffic dan rekomendasi 4%. Dan 12% lainnya mengakses website lain atas rekomendasi orang lain.
Ke depan, e-commerce memiliki potensi yang sangat besar untuk digarap oleh pelaku bisnis mana pun. Transformasi belanja konvensional ke e-commerce
memang membutuhkan waktu. Tentunya, infrastruktur perundang-undangan
seperti pajak dan perlindungan hukum yang mulai diterapkan tahun ini
diharapkan dapat mendukung pertumbuhan bisnis e-commerce.
Suatu situs e-commerce harus didukung dengan mutu
perusahaan. Dalam hal ini bagaimana suatu situs membangun merek atau
reputasi melalui kualitas produk atau jasa yang ditawarkannya. Faktor
pendukung lain adalah website. Sebuah website harus memiliki ciri khas yang berbeda, ditambah dengan interface website yang harus friendly dan membantu konsumen dalam bertransaksi. Kredibilitas dalam setiap transaksi merupakan hal yang mutlak mengingat saat ini online shopping
selalu dihantui hal-hal negatif mengenai risiko transaksi—seperti
produk yang cacat, biaya ongkos kirim yang tinggi, hingga kesalahan
pengiriman.
Pasar
250 juta jiwa, dengan 15–20% menyentuh internet, menjadikan
Indonesiasebagai market yang sangat potensial. Namun di sisi lain,
tidaklah mudah untuk mengembangkan bisnis di sini. Membangun kepercayaan
menjadi modal penting dalam proses ekspansi ke jalur ini. Pasar yang
besar, didukung dengan media promosi dan pemasaran produk yang tepat,
serta menjadi penjual yang terpercaya, tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi kesuksesan di dunia e-commerce.
Dari hasil survei yang dilakukan terhadap pengguna internet yang sering melakukan
transaksi online, sebanyak 40% pengguna lebih suka membuka situs yang
direkomendasikan oleh rekan atau teman.
transaksi online, sebanyak 40% pengguna lebih suka membuka situs yang
direkomendasikan oleh rekan atau teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar