Kamis, 18 Oktober 2012

Merek Fashion Terkenal menurut 21.000 Konsumen

Seorang eksekutif perusahaan multinasional, sebut saja namanya Alya, sedang asyik memilih-milih produk fashion yang tertata rapi di konter eksklusif di sebuah mal. Bila melihat harga yang tercantum di banderol, barang yang dipilihnya itu termasuk produk untuk kelas menengah-atas alias mahal harganya. Tapi, bagi dia, harga semahal itu bukan masalah. Sebab mereknya terkenal, berkualitas, dan dari luar negeri pula. Pilihan Alya akhirnya jatuh pada tas wanita merek Gucci dan kemeja Giorgio Armani untuk suaminya.

Alya bisa jadi merupakan salah satu dari 21.000 orang yang memilih kedua merek tersebut sebagai merek fashion terkenal dan paling top di dunia. Temuan ini diperoleh berdasarkan hasil riset AC Nielsen melalui internet tentang keinginan konsumen untuk membeli sebuah merek fashion. Global Online Survey yang dilakukan pada Nopember 2005 melaporkan bahwa Giorgio Armani, Gucci, dan Versace menempati tiga urutan teratas sebagai merek fashion paling populer. Riset ini berlangsung di 42 negara yang meliputi Eropa, Asia Pasifik, Uni Emirat Arab (UEA), serta Amerika Utara dan Latin.

Jadi bukan hanya Alya yang punya keinginan membeli merek-merek terkenal itu, konsumen di belahan dunia lain pun punya minat yang sama. Disebutkan, ada sepertiga responden yang disurvei lewat internet menyatakan: jika punya uang, bagi mereka tidak masalah untuk membeli produk Giorgio Armani atau Gucci. Sementara 12% lainnya menyatakan, saat ini mereka membeli produk Giorgio Armani dan/atau Gucci; dan 30%  lagi mengatakan tahun depan akan membelinya jika punya dana yang cukup.

Produsen Giorgio Armani dan Gucci paham betul bahwa brand yang kuat bisa membuat bisnis jadi untung. Kedua perusahaan ini tidak saja menjual produk, tapi juga menjual image sehingga konsumen mau membayar dengan harga mahal. Ketatnya persaingan bisnis di produk fashion juga menyadarkan Giorgio Armani akan pentingnya membangun dan memelihara sebuah brand yang kuat sejak dia mulai bisnisnya 35 tahun yang lalu. Sementara itu, Tom Ford—CEO yang membangkitkan kembali merek Gucci pada 1990-an—juga merasakan bahwa menciptakan sebuah merek yang kuat adalah faktor utama yang membuat Gucci sukses. Kini kedua brand tersebut telah menjadi simbol kualitas bagi konsumen yang ingin memakainya.

Semua konsumen, entah itu yang tinggal di Italia, China atau UEA, bersedia membeli sebuah tas Gucci atau kemeja Armani dengan harga mahal. Soalnya, yang mereka beli tidak sekadar produk, namun juga image yang melekat pada kedua produk itu. Dalam kasus Armani, konsumen tahu bahwa mereka akan mendapatkan produk yang berkualitas, dan tampil bergengsi jika mereka memakainya. Untuk Gucci, yang tampak adalah kombinasi warisan antara seksi dan tampilan yang modern. Meski kedua unsur yang membentuk value brand ini berbeda dengan Armani, namun kedua merek itu memunculkan tampilan yang sama secara global. Giorgio Armani dan Gucci sukses memimpin dunia fashion karena mereka ini secara konsisten menjamin value yang akan mengubah budaya konsumen dalam penampilannya.

Di masa mendatang, kelangsungan dalam memimpin di bisnis fashion adalah tergantung lamanya kekuatan merek untuk bersaing. Maka dari itu, tidak heran bila perusahaan terus berinvestasi untuk membangun merek dan berpromosi di pasar potensial seperti Asia, UEA dan Rusia. Seperti dikatakan oleh Martell, CEO AC Nielsen Eropa, membangun merek yang kuat serta menciptakan image yang berbeda dari merek lain adalah tantangan paling penting bagi pemilik merek yang ingin masuk ke sebuah pasar yang baru.

Hasil riset global menyebutkan pula bahwa Christian Dior, yang juga sukses membangun kembali mereknya dengan youthful image dan menjadi pilihan favorit di kalangan anak muda, punya peluang pasar yang tinggi di kawasan UEA, Rusia, dan Amerika Latin. Begitu pula dengan Versace. Brand ini berpeluang besar untuk berkembang di pasar  potensial, seperti di China, Rusia dan India. Seperti halnya di Amerika Serikat, Versace hadir dengan tampilan yang dikombinasikan dengan image kehidupan glamor kaum selebriti.

Saat ini, konsumen yang tinggal di UEA lebih memilih Christian Dior, Armani, dan Yves Saint Laurent. Namun dari ketiga merek ini, hanya Giorgio Armani menempati urutan terartas sebagai merek yang ingin dibeli di masa mendatang. Karenanya, menurut Martell, jika Dior dan Yves Saint Laurent ingin menumbuhkan market share-nya di UEA dan menggaet generasi konsumen di masa mendatang, mereka harus melakukan investasi yang lebih banyak untuk membangun brand.

Di kawasan Asia pun banyak konsumen yang berminat besar untuk membeli Giorgio Armani, Gucci atau Versace. Di masa mendatang, pembelanja di India akan memilih Gucci, Giorgio Armani, LV, dan Dior untuk melengkapi produk fashion-nya. Sementara di China, merek paling populer adalah Channel dan Versace, kemudian diikuti oleh LV dan Armani. Bagaimana di Indonesia? Tentunya masih banyak “Alya-Alya” lain, yang kalau punya uang cukup,  pasti berminat untuk membeli merek-merek yang di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar