Biskuat
mengubah haluan iklan dari hard selling ke soft selling approach. Dari
pendekatan fungsional ke sentuhan emosi. Apa hasilnya?
Ada yang menarik dengan iklan teranyar
Biskuat. Di situ diceritakan tentang anak-anak calon juara di masa
depan. Kevin, bocah laki yang doyan menguber layang-layang putus, pada
tahun 2017 akan menjadi juara lari dunia 100 meter. Ada lagi Millan,
bocah yang senang main sepak bola bersama teman-temannya di bawah
guyuran hujan. Milan yang piawai menggocek bola di antara kaki-kaki
temannya bakal menjadi pemain liga internasional pada tahun 2018.
Sementara itu, Sarah Aquini yang senang terjun bebas dari bibir tebing
ke laut akan menjadi juara loncat indah pada tahun 2015.
“Pesan yang ingin disampaikan oleh iklan
ini, semua anak sebetulnya memiliki potensi masing-masing. Yang perlu
hanyalah sebuah dorongan atau dukungan mengembangkan bakat atau potensi
sang anak,” ungkap Makmum Dini Damayanti, Managing Director Saatchi
& Saatchi.
Menurutnya, meskipun saat ini kemenangan
yang diraih anak-anak itu masih tergolong kecil (kemenangan karena
berhasil menangkap layang-layang, menggolkan bola, atau terjun ke air),
hal ini menjadi motivasi bagi anak bahwa kelak mereka bisa meraih
kemenangan yang jauh lebih besar lagi.
Lahirnya ide di balik iklan itu sendiri
tergolong unik. Sebelumnya, PT Kraft Indonesia menampilkan ikon macan di
setiap iklan Biskuat. Pesannya cukup hard selling di mana anak yang mengonsumsi biskuit tersebut bakal memiliki energi kuat sehebat macan.
“Ide muncul dari hasil brainstorming antara pihak agency
dengan klien. Awalnya berupa coretan-coretan kecil tentang ikon macan.
Kami, ingin bagaimana ikon ini punya peranan lebih besar pada kehidupan
mereka. Akhirnya, agency membuat storyline dan disetujui oleh klien untuk dieksekusi,” kata Dini.
Adapun biro iklan terbaru Biskuat ini
adalah Saatchi & Saatchi, yang bermitra dengan rumah produksi
Alligator Butik Film. Sementara itu, seluruh narasi disutradari oleh
Teddy Soeriaatmadja, sutradara yang lebih banyak berkecimpung di dunia
layar lebar.
Bedanya, iklan Biskuat kali ini tidak lagi memakai strategi hard selling, tapi soft selling approach. “Strategi ini dipilih karena Biskuat sudah memiliki top of mind awareness lebih tinggi dibanding merek biskuit lainnya. Selama ini pendekatan hard sell dipakai untuk menunjukkan functional benefit dari nutrisinya,” paparnya.
Seiring perkembangan pasar, kompetitor
Biskuat mulai mengikuti cara serupa dengan menjual nutrisinya. Bahkan,
dengan mempromosikan nutrisi lebih. “Karena itu, kami justru mengambil
jalan soft selling approach dengan lebih menampilkan emotional benefit-nya, yakni menunjukkan semangat kemenangan anak dalam keseharian mereka,” imbuhnya lagi.
Dini berharap, dengan menggunakan
pendekatan itu, konsumen yang mengonsumsi Biskuat bukan hanya karena
nutrisi yang ada di dalamnya. Tapi, konsumen juga melihat bahwa Biskuat
membantu menyemangati anak-anak dalam mengembangkan segala kemampuan
mereka. Sekadar informasi, target pasar Biskuat adalah ibu dan anak di
segmen menengah-bawah (middle income group). Dalam hal ini, anak-anak sebagai users dan ibu sebagai buyers.
Iklan ini dirilis pada Desember 2008.
Proses kreatifnya—mulai dari tahap praproduksi sampai
pascaproduksi—memakan tempo empat bulan. Prosesnya juga tidak mudah
lantaran syuting sering terganjal oleh cuaca yang tidak menentu.
Padahal, Dini melihat faktor cuaca menentukan keberhasilan dan keindahan
dari adegan-adegan yang dituntut storyboard dan narasi. Faktor cuaca ini sempat membuat jadwal syuting mundur.
Lantaran setelah diundur pun, cuaca masih
tak menentu, adegan anak main bola yang semula rencananya dilakukan
sewaktu cuaca cerah, akhirnya berlangsung dalam kondisi mendung dan
berawan. Hasilnya, anak-anak main bola di tengah guyuran hujan.
“Adegan ini memerlukan dua mobil pemadam kebakaran untuk menciptakan efek hujan. Hasilnya berupa sebuah scene yang kuat dan brilian. Scene ini boleh dibilang memperkuat pesan TVC Biskuati,” tandasnya.
Untuk endorser, baik klien, agency, dan sutradara sepakat untuk menampilkan anak-anak yang real.
“Real” di sini artinya bukan anak-anak yang sekadar berparas rupawan
seperti bintang-bintang iklan pada umumnya. Sebab, mereka harus terlihat
alami dalam memerankan dirinya sendiri sebagai anak dalam kondisi
keseharian.
“Mereka tidak berakting. Beranjak dari
kriteria itu, kami mulai mencari anak-anak yang mempunyai keahlian
seperti yang dituntut oleh storyboard,” kata Dini.
Pesan iklan dirasa cukup relevan dengan
karakter konsumen Biskuat sendiri, yaitu anak-anak yang memiliki
semangat juang tinggi. Meski awalnya mereka ragu, mereka mendapat
“suntikan semangat” dari Biskuat sehingga berani mengerjakan apa yang
dimauinya.
“Dengan melihat iklan ini, diharapkan
anak-anak akan merasa bahwa mereka pun sebetulnya bisa menjadi apa saja
yang mereka inginkan. Dan, yang dibutuhkan oleh mereka adalah sedikit
dorongan atau dukungan untuk melakukannya. Setiap kemenangan kecil bisa
menjadi motivasi besar dalam diri mereka,” tuturnya.
Ide iklan tidak lepas juga dari riset berkala yang dilakukan Biskuat. Tujuan umumnya adalah memonitor awareness
Biskuat. Riset juga dilakukan setelah iklan selesai diproduksi dan
sudah tayang. Hasilnya baik, kata Dini. Bahkan, untuk skala persuasi,
angkanya lebih tinggi dari iklan-iklan Biskuat sebelumnya.
“Soal feedback, kami belum
melakukan riset. Namun, dari beberapa kalangan terbatas, respons yang
diterima sangat baik. Biskuat saat ini dilihat memiliki image yang lebih kuat, jiwa kemenangan Biskuat lebih terasa,” katanya.
Biskuat sendiri sudah meramaikan pasar
Indonesia sejak 10 tahun. Merek ini lahir sebagai pionir biskuit
bernutrisi. Hadir pertama dalam kemasan harga terjangkau (Rp 500).
Seiring waktu, produk ini berkembang menjadi berbagai varian, seperti
Biskuat Susu, Biskuat Susu Cokelat, Biskuat Krim Cokelat, Biskuat Selai
Krim Stroberi, dan Biskuat Bolu. Saat ini Biskuat mengandung gandum,
susu berikut 9 vitamin dan mineral. Biskuat dalam format bolu cukup
meledak di pasar.
Dini menambahkan, “Edukasi selama ini, selain iklan seperti tadi, dilakukan dengan product sampling ke pasar tradisional dan supermarket serta melalukan in-store brand activation. Kami melakukan branding supaya Biskuat selalu diingat konsumen melalui POS seperti stiker, flag chain, shop blind, krey dan rombong.”
Sementara itu, pengamat periklanan Djito
Kasilo melihat iklan model itu cukup mengena dengan target pasar, yakni
ibu-ibu dan anak-anak. “Tim kreatif mencari insight-nya dari
para ibu modern. Hal yang paling penting bagi ibu adalah masa depan
anaknya. Ibu mana yang tidak mau masa depan anaknya sukses. Pesan ini
cukup kena,” komentar penulis buku Komunikasi Cinta: Menembus G-Spot Konsumen Indonesia itu.
Kekuatan lainnya, menurut Djito, iklan
ini tidak hanya menjual biskuit. Melainkan juga masa depan. Meski
demikian, dia melihat pesan hard selling tetap masih terasa dalam narasi iklan ini. “Sebenarnya masih hard selling. Cuma bungkusnya saja yang lebih kreatif,” katanya. (Sigit Kurniawan/www.marketing.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar