Tak gampang mengiklankan sebuah produk dewasa ini. Karena
itu, Bigkad mencoba “menerobos” cara lama dengan menawarkan pariwara
kartu nama.
Harus diakui bahwa beriklan di televisi saat ini tak seefektif yang dibayangkan. Banyaknya channel televisi membuat kebanyakan pemirsa lebih suka meninggalkan jeda iklan daripada memelototinya. Akibatnya, aktivitas below the line dari para pemilik merek kini ditengarai semakin meningkat.
Tetapi, di sela-sela maraknya geliat media periklanan yang sudah ada,
sebuah tim kreatif tiba-tiba muncul membawa “model baru”. Perusahaan
periklanan ini berupaya mengedukasi pemilik merek tentang strategi
beriklan secara efektif dan efisien dengan menggunakan medium kartu
nama.
Tepat 10 April 2008, PT Bigkad Indonesia memproklamirkan diri sebagai
perusahaan spesialis periklanan dengan bahan baku kartu nan mungil dan
unik. Bigkad sendiri adalah merek yang diambil dari paduan kata dalam
bahasa Malaysia, yaitu: “BIG”, singkatan dari business information guide (panduan informasi bisnis), dan “kad” yang berarti kartu.
Mengapa menggunakan bahasa negeri jiran itu? Rupanya Bigkad Indonesia
merupakan hasil waralaba dari Bigkad Malaysia. Bigkad Malaysia ini yang
membawahkan empat negara di ASEAN, yakni Malaysia, Singapura, Vietnam,
dan Indonesia. Meski begitu, iklan kartu nama ini pertama kali
diluncurkan di Spanyol. Indonesia tercatat sebagai negara ke-36 yang
menjadi fokus bisnis ini.
Di Tanah Air, Bigkad Indonesia menjadi perusahaan pertama yang mempromosikan business card advertising alias pariwara dengan kartu melalui display
kartu yang bisa diambil masyarakat secara gratis di lokasi-lokasi
tertentu. Pariwara dengan cara semacam ini makin populer karena ongkos,
teknologi, dan value yang secara langsung akan menguntungkan pihak pemasang iklan.
“Apa yang kami tawarkan ini memang unik dan belum pernah dilakukan
oleh orang lain. Kami melihat bahwa semua orang sudah mengenal kartu
nama dan saling bertukar-tukaran. Kenapa kartu nama itu tidak dijadikan
sebagai media promosi atau bisnis? Inilah peluang yang kami garap,”
demikian ungkap Hendry Saimin, Marketing Director PT Bigkad Indonesia.
Menurut Hendry, iklan kartu nama memiliki banyak keunggulan, antara
lain berfungsi sebagai brosur mini yang berisi keterangan produk dan
layanan perusahaan; menjelaskan produk dan layanan perusahaan dengan
grafik visual yang mudah dipahami konsumen; memperkuat citra perusahaan,
merek, dan loyalitas konsumen; serta bisa disimpan dalam jangka waktu
lama.
Sementara, nilai jual Bigkad ialah hanya diambil oleh orang yang memerlukan (take away), bukan diberikan ke semua orang (give away);
hasilnya bisa diukur; mudah dibawa dan disimpan; ruang iklan yang
eksklusif; lokasinya mampu melipatgandakan kekuatan lain; mengubah kartu
nama menjadi baliho (billboard) seukuran dompet; harganya murah namun hasilnya maksimal.
Fitur display Bigkad disusun secara menarik dan menawarkan
beragam layanan kepada orang yang lalu-lalang di lokasi-lokasi ramai dan
populer. Rak display-nya juga tidak membutuhkan daya listrik
sehingga bisa ditempatkan di mana-mana. Kebutuhan ruangnya hanya secuil,
sekitar 45 cm x 45 cm x 7 cm dengan tampilan yang gaya.
“Display Bigkad bisa menarik perhatian orang untuk mendekat
dan melihat kartu-kartu yang menarik, lokasinya bersih, dan cocok di
hampir semua tempat. Display kami juga menyajikan informasi,
orang-orang bebas mengambilnya, berfungsi sebagai baliho mini, sederhana
dan menarik,” tambah Hendry.
Ia berpendapat bahwa Bigkad punya kekuatan tersendiri bagi media
periklanan. Apabila dilihat dari dampaknya, kata Hendry, beriklan dengan
display kartu akan menarik perhatian banyak orang. “Maka,
orang dengan sendirinya memiliki kartu tertentu yang menarik bagi
mereka. Tidak seperti media iklan lain, brosur umpamanya, juga ditujukan
kepada orang-orang yang sama sekali tidak berminat. Bigkad, tiap kartu
diminati dan diambil secara sukarela,” tandasnya.
Heru Triyadi, Account Manager Bigkad Indonesia, melanjutkan, kartu
iklan ini bisa dipilih dan diambil untuk dipakai segera atau disimpan
sebagai referensi di kemudian hari. Orang mungkin membaca majalah, surat
kabar, atau iklan di baliho. Namun, mereka tak bisa menyimpan informasi
yang ada tanpa mencatat dengan kertas dan pena, “Yang mungkin saja
tidak tersedia pada saat itu”.
Kartu-kartu ini bisa ditemukannya di tempat-tempat strategis seperti kafe, salon, restoran, hotel, perkantoran, apartemen, fitness center, dan language center. Hingga pertengahan Mei ini sudah 22 merchant
yang menjadi sasaran penempatan Bigkad, di antaranya Matahari, Jawa
Musikindo, Wedding Indonesia, Bandar Jakarta, Lutuye Salon, Oh Lala
Cafe, Chatter Box, Muzio, Matahari, dan Bengawan Solo Coffee.
Bigkad akan terus menambah rak yang akan disebar di seluruh
Indonesia. Setiap rak memiliki 16 konten dan setiap kontennya terdapat
125 kartu. Beberapa konten tampak iklan Lutuye Salon, Oh Lala Cafe, J
Lounge, Chez Inggrid, Suncity, dan lain sebagainya. Penempatan lokasi
rak dan kartu juga disesuaikan dengan segmentasi dan target market klien.
Nantinya setiap rak juga akan dilengkapi dengan satu konten yang
dikemas secara serial, misalnya kartu komik. Kartu komik akan diganti
dengan seri selanjutnya seiring dengan penggantian konten dua mingguan.
Langkah ini ditempuh untuk menggaet khalayak umum agar terus mendatangi
rak kartu dan melihat kartu yang menarik serta mengoleksi komik berseri
secara lengkap.
Tak semata-mata iklan biasa, Bigkad juga bisa dipakai untuk
mengiming-imingi diskon belanja. Misalnya, apabila pergi ke salon A
dengan membawa kartu iklan salon A tersebut akan mendapatkan diskon 50%.
Selain sebagai discount card, kartu ini dapat dijadikan loyalty card dan games card. Karena itu, tandas Hendry, cara mengukur efektivitasnya sangat jelas.
Amalia E Maulana, Brand Expert & Head of School Marketing Binus
Business School, mengatakan, Bigkad termasuk media yang memadukan antara
above the line dan below the line sehingga mampu
menjangkau target konsumen dan tepat sasaran. Penilaian Amalia
dibenarkan oleh Hendry yang menyebut Bigkad sebagai through the line.
Berbeda dengan Amalia, Irfan Ramli selaku Sekretaris Jenderal
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia menganggap Bigkad hanya sebuah
hasil dari kreativitas para praktisi periklanan. “Mungkin ini akan
menjadi tren saat awal-awal dan saya tidak melihat ini akan berlangsung
lama karena elektronika berkembang cukup pesat,” tegas Irfan.
Benarkah yang dikatakan Irfan? Yang pasti, dunia periklanan Indonesia pernah diramaikan oleh iklan model kartu pos (post card).
Iklan yang juga bisa didapatkan di pusat-pusat keramaian dengan sebutan
Adrack itu kini tak dapat ditemukan lagi. Artinya, media yang sedikit
lebih lebar dari kartu nama itu gagal berkembang.
“Produk kami berbeda dengan Adrack. Kita sama-sama tahu kenapa kartu pos doesn’t work in
Indonesia. orang Indonesia tidak terbiasa menggunakan kartu pos sebagai
sarana bertukar pesan. Ukurannya pun sangat tanggung, mau diambil, tapi
bingung menyimpannya di mana,” terang Heru seraya menyebutkan biaya
iklan di Bigkad hanya Rp 1 juta untuk seribu kartu iklan, yang semua itu
diproduksi perusahaannya.
Nah, lanjutnya, setiap orang sudah terbiasa menggunakan business card. Selain itu, ukurannya pun lebih kecil dan dapat disimpan di dalam dompet atau card holder.
Efektivitasnya cukup tinggi karena didukung desain yang menarik dan
bisa diambil secara cuma-cuma serta langsung digunakan sebagai direct marketing. Jadi, benefitnya bisa dirasakan langsung oleh konsumen.
Di Malaysia, seorang pelanggan outlet Kocha Kopitiam berucap, “Saya menemukan kontak pada display Bigkad minggu lalu saat saya butuh fotografer pernikahan dan layanan video. Saya berharap akan ada layanan lain yang unik pada display”. Lain lagi bagi pemasang iklan. “Saya menerima telepon dari pelanggan hanya seminggu setelah kartu iklan saya ditaruh di display. Dalam waktu dekat, saya akan membuat kesepakatan bisnis. Ini di luar perkiraan saya,” ujar Tan Decor, event planner asal Singapura.
Rudy Sulistyoningrat, General Manager Matahari Department Store,
melontarkan, “Kami adalah perusahaan yang menyukai terobosan baru dan
efektif di bidang pemasaran. Melihat kisah sukses di luar negeri dan
pasar Asia membuat kami tertarik menjadi bagian dari kisah sukses Bigkad
di dalam negeri”.
Bigkad cocok untuk industri otomotif, restoran, asuransi, jasa,
teknologi informasi, elektronika, telekomunikasi, hiburan, ritel,
busana, dan lain-lain. Tahun ini, Bigkad Indonesia menargetkan terus
memperbanyak display-nya hingga 350 lokasi di Jakarta dan Medan, dan tetap berinovasi pada konten-kontennya. Mereka juga akan memanfaatkan display sebagai alat untuk membangun sebuah brand tertentu. Tahun depan, Bigkad diupayakan akan tersebar pula di Bandung, Semarang, dan Bali. (Purjono Agus S.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar