Kepercayaan terhadap kualitas produk menjadi salah
satu daya tarik paling mujarab bagi konsumen. Cara yang efektif bisa
ditempuh lewat iklan heritage.
“Sudah tradisi…” Demikian kalimat yang dipergunakan oleh biskuit Roma
dalam setiap iklannya. Kalimat itu menjadi penguat bahwa produk
tersebut sudah dikonsumsi sejak lama dan turun-temurun, mulai dari
kakek-nenek, ibu-bapak, hingga cucu atau cicit. Kalimat itu juga
mendorong konsumen untuk percaya terhadap kualitas produk karena
dikonsumsi terus menerus sejak zaman baheula. Cara yang ditempuh Roma
lewat iklan tersebut adalah mewarisi produk kepada turunannya untuk
terus dikonsumsi. Inilah yang disebut iklan heritage.
Umumnya, brand heritage dipakai oleh produk jamu. Hal itu sesuai
dengan sifat produk jamu yang merupakan warisan yang diturunkan dari
nenek moyang. Salah satu contoh paling konkrit adalah perusahaan jamu
Nyonya Meneer yang berkembang hingga sekarang karena warisan resep yang
diturunkan oleh pendirinya. Produk jamu itu kemudian dipercaya konsumen
karena kekuatan warisan (heritage) resep nenek moyang tadi. Lihat saja,
logo perusahaan ini yang hingga kini menggunakan foto Nyonya Meneer.
Belakangan, banyak pemain yang menempatkan produknya sebagai brand heritage.
Beberapa langkah bisa menjadi acuan dalam menciptakannya. Tapi, satu
syarat yang pasti harus dimiliki; produk tersebut harus sudah lama
dikenal oleh konsumen.
Menurut Doni Prianto, pengamat periklanan dari Avicom, setidaknya ada
tiga cara yang bisa ditempuh untuk mengenalkan produk sebagai brand
heritage. Pertama, menggunakan orang yang sudah establish. Maksudnya,
menggunakan endorser yang sudah dikenal oleh khalayak konsumen sebagai
orang yang kuat untuk mengajak kepada produk yang bersangkutan. Kedua,
memakai event seperti lebaran atau perkawinan. Dan ketiga, menggunakan
kata tradisi.
Salah satu contoh yang masih anyar mengkomunikasikan brand heritage
adalah Woods. Produk yang masuk ke pasar Indonesia sejak 1905 itu
menggunakan keluarga penyanyi Katon Bagaskara sebagai endorser. Dalam
iklan tersebut, terlihat keluarga harmonis terdiri dari Katon Bagaskara,
Nugie dan sang Ibu yang menggunakan Woods jika batuk.
Arwin Hutasoit, Brand Manager PT Kalbe Farma, mengatakan bahwa
pihaknya mengusung tema iklan brand heritage sekaligus bertujuan untuk
menyampaikan dua jenis penyakit batuk yang obatnya disediakan Wood.
“Kami coba mengangkat dalam iklan bahwa Woods ini sudah terbukti dan
sudah lama, turun temurun, digunakan oleh konsumen Indonesia,” papar
Hutasoit.
Alasan memilih keluarga Katon menurutnya terjadi secara kebetulan.
Awalnya, Kalbe Farma bersama agensi Dian Mentari Pratama mencari
keluarga artis yang sudah menggunakan Woods untuk menjadi endorser.
Waktu yang dibutuhkan cukup lama, hingga akhirnya bertemu dengan Katon
dan Nugie yang kebetulan tahu Woods dari ibunya. Jadilah mereka dipakai.
Apalagi mereka dinilai cocok untuk dikaitkan dengan ide cerita yang
diinginkan Woods. Hasilnya, kata Hutasoit, memang belum terlihat secara
signifikan mengingat iklan tersebut baru diluncurkan sekitar dua bulan.
Tetapi, dari beberapa riset kecil-kecilan, paparnya, Woods sudah dikenal
sebagai obat batuk merek lama dan terpercaya, digunakan oleh keluarga
secara turun temurun.
Doni menilai iklan tersebut cukup bagus dari sisi kreatif, yang
secara tidak langsung kelihatan heritage-nya terutama dengan kehadiran
“ibu” dari Katon dan Nugie. Namun, iklan tersebut di mata Doni belum
tentu efektif. Pasalnya, Katon dan Nugie bukan anak-anak lagi, plus
tokoh sang ibu yang belum dikenal oleh konsumen. “Apakah tokoh ibu itu
benar-benar ibunya Katon-Nugie atau bukan?” tanya Doni.
Menurutnya, membuat iklan heritage memang tidak harus dari keluarga,
bisa juga dari figur yang sudah diketahui umum. Untuk yang bukan famili,
bisa menggunakan kata tradisi sebagai pesan heritage. (Tajwini Jahari/Rofian Akbar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar