Sabtu, 17 Oktober 2009

Negosiasi yang Cinta Damai!

www.marketing.co.id – Kepuyengan pemerintah kita menghadapi kelangkaan barang pokok seakan tak pernah berhenti. Dengan geografis berbentuk kepulauan yang tersebar serta penduduk yang tidak merata, tidak heran jika distribusi sering menjadi kendala. Itulah sebabnya berita-berita soal kelangkaan bensin, naiknya harga minyak goreng (gara-gara langka), dan sulitnya menemukan minyak tanah adalah masalah yang tak kunjung usai.

Sementara itu, sektor swasta sudah demikian majunya dalam soal distribusi. Di lereng-lereng gunung terpencil pun kita bisa menemukan Indomie, Coca-Cola atau Teh Botol Sosro. Mereka sudah melakukan carpet research untuk mendata semua pengecer serta menghabiskan miliaran rupiah untuk mengembangkan database dan teknologi GPRS, yang memungkinkan pemantauan area-area mana yang mulai kehabisan stok. Mereka sudah menerapkan ERP (Enterprise Resource Planning) dengan modul supply chain yang canggih sehingga tidak ada tempat yang kehabisan barang lebih dari dua hari. Di pihak lain, (astaga!) pemerintah sendiri masih sering terheran-heran, mengapa stok di pusat demikian banyak tetapi di daerah-daerah justru langka!

Bulog memang ketinggalan jauh dalam hal teknologi. Tapi, percayalah, yang membuat distribusi nasional kita tidak maju adalah manusianya—dari tingkat atas sampai bawah. Mulai dari korupsi sampai penimbunan stok. Belum lagi pungutan-pungutan ilegal, yang akhirnya membuat harga barang benar-benar tidak bisa ditekan.

Perantara memang hidup dari persentase marjin. Semakin panjang mata rantai distribusi, semakin berkurang pula marjin yang didapat mata rantai terbawah. Apalagi untuk produk-produk yang harganya sudah diregulasi, marjin pedagang menjadi kecil. Itulah sebabnya, kegiatan yang merugikan brand owner seperti timbulnya black market bisa tumbuh subur manakala pedagang tidak mendapat marjin yang cukup dari jalur resmi.

Ini juga berlaku di sektor swasta. Di sentra handphone, misalnya, muncul merek-merek yang tidak didistribusikan langsung oleh distributor resmi. Selain lebih murah, mereka bahkan sudah bisa memberi garansi. Pedagang memang memajang produk genuine, tetapi yang ditawarkan ke pembeli adalah produk tidak resmi tersebut. Jadi, “mental dagangnya” mirip-mirip, baik channel yang dikelola pemerintah maupun swasta. Hanya saja, pihak swasta punya kontrol lebih baik sehingga duit tidak bocor ke sana-ke mari.

Semakin besar wilayah geografis dan semakin ruwetnya distribusi memang semakin menguatkan peran channel, sekaligus memperkuat daya tawar mereka. Beruntung bagi merek-merek nomor satu, dua atau tiga, mereka  memiliki posisi tawar yang lebih baik. Namun untuk merek-merek di bawah itu, mereka terkadang harus merelakan marjinnya tergerogoti oleh para channel.

Di dalam bisnis apa pun (termasuk dunia ritel), pihak yang besar dan kuat menekan si kecil dan lemah adalah hal yang lumrah. Karena itu, sang penengah alias pemerintah harus berperan aktif. Bukan hanya antara peritel dan pemasok, di antara sesama peritel pun sebenarnya memiliki masalah. Kita bisa melihat bagaimana peritel tradisional kini tergeser oleh peritel modern.

Tumbuhnya ritel modern memang menyiratkan daya beli yang bertumbuh. Namun pertumbuhan ini sebenarnya juga memperbesar biaya. Ritel modern membutuhkan sewa tempat lebih bagus, teknologi canggih, sumber daya  berkualitas serta promosi yang besar. Akibatnya, siapa yang menanggung? Konsumen? No! Konsumen tidak boleh dikorbankan karena harga!

Lantaran peritel punya posisi yang lebih kuat, akhirnya pemilik mereklah yang kena getahnya. Pengenaan bermacam-macam fee diberlakukan kepada para pemilik merek, mulai dari listing fee (pendaftaran merek di outlet), promotion fee, location fee, sampai fee untuk pembukaan lokasi baru! Dengan macam-macam fee ini, (kabarnya) peritel bisa memperoleh “side income” yang lebih besar daripada marjin yang diterima.

Inilah yang disebut sebagai trading term. Sebenarnya trading term ini bisa dinegosiasikan. Namun, kalau tidak pintar-pintar bernegosiasi, pemilik merek bisa “buntung”. Percayakah Anda jika pendapatan pemasok barang ke ritel bisa terpangkas 70% gara-gara trading term? Yang bikin pusing lagi, setiap tahun trading term ini naik terus. Memang tidak semua peritel modern punya gaya serupa. Ada yang bersikap bahwa peritel dan pemilik merek harus bertumbuh bersama. Tapi ada juga yang memiliki sikap win-lose semata.

Tidak ada kata rugi bagi peritel!

Mimpi saja, kalau ingin menghapus trading term. Lebih baik Anda bermain sebagai pebisnis MLM (multi level marketing) untuk menghindarinya. Atau,  Anda harus bersatu dengan yang lain (lewat asosiasi misalnya) untuk memperkuat posisi tawar. Sekalipun, menyatukan para pemilik merek yang punya hitung-hitungan bisnis sendiri memang sulit.

Cara lainnya, minta tolong pemerintah dengan terus menggoyang-goyang “pohon” agar ada satu-dua buah peraturan baru yang “jatuh”. Soal trading term sepertinya sudah mulai mendapat angin segar. Tapi soal pembagian daerah peritel modern dan tradisional masih belum terlihat “buah yang masak” dan siap jatuh dari pohon. PR pemerintah memang segudang. Jangankan mengatur trading term dan pembagian zona, urusan memasok bahan pokok saja mereka masih kebingungan.

Oleh karena itu, sebelum pemerintah menelurkan peraturan yang bisa (atau pasti?) merugikan satu pihak, ada baiknya pemain-pemain di sektor swasta saling introspeksi: apakah mau jadi business animal atau manusia yang saling menghargai. Baru-baru ini Bank Dunia melaporkan bahwa perekonomian Asia yang kembali maju ternyata masih menyiratkan masalah pemerataan yang sangat timpang. Akibatnya, potensi kerawanan sosial dan keamanan di Asia, termasuk Indonesia, juga menjadi tinggi. Kalau “yang kecil” selalu merasa tidak adil, mereka akan semakin kreatif menggunakan kekuatan sosial untuk melawan. Makanya, sebelum itu terjadi, bernegosiasilah atas dasar cinta damai. (Rahmat Susanta)

Ini Dia Kunci Sukses Bisnis Anda!


Marketing.co.id- Dalam bisnis, Anda tidak membutuhkan gelar sarjana dari Universitas ternama untuk menjadi seorang pengusaha. Anda hanya perlu menguasai dan memahami tiga prinsip bisnis yang menjadi inti dari semua perusahaan komersial yang sukses: menjual kepada pelanggan Anda, mengumpulkan pembayaran, dan keuntungan dari itu.

Menjual kepada Pelanggan
Tujuan dari setiap bisnis adalah menjual produk dan jasa kepada pelanggan. Bisnis tidak akan pernah bertahan tanpa pelanggan. Sebuah bisnis ada untuk melayani pelanggan, dan keberhasilan atau kegagalan akan tergantung pada seberapa baik bisnis melayani dan memenuhi harapan pelanggan.

Ini mungkin sebuah konsep sederhana, namun Anda akan kaget ketika melihat beberapa bisnis yang belum memahami prinsip dasar dari kewirausahaan ini. Sebagai akibatnya, perusahaan tersebut tidak pernah diharapkan untuk bertahan.

Bahkan, perusahan media sosial saat ini seperti Twitter dan Facebook merasa terganggu dengan pertanyaan yang paling mendasar: Bagaimana mereka membuat uang? Apa model bisnis mereka?

Tidak ada bisnis yang akan bertahan jika jalur kehidupannya tergantung dengan saku para investor, bukan karena pelanggannya. Sebuah bisnis hanya dapat berkesinambungan jika ia memiliki aliran pendapatan yang stabil yang dihasilkan dari proses penjualan dengan para pelanggannya.

Mengumpulkan Pembayaran
Jika Anda ingin/akan memperluas kredit ke pelanggan, Anda harus bersedia untuk mengambil peran yang berbeda: siapkan seorang penagih utang. Kita semua tahu piutang merupakan hal yang buruk, beberapa pengusaha bisnis kecil merasa enggan untuk melakukannya setelah pembayaran yang lambat atau ‘pelanggan pecundang’. Berbeda halnya dengan perusahaan besar yang memiliki uang melimpah dan dan memiliki departemen koleksi. Bisnis kecil seringkali hanya memiliki sedikit sumber daya yang bisa didedikasikan untuk melakukannya.

Untuk meminimalkan piutang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyederhanakan proses penagihan. Pendekatan penagihan yang ideal adalah dengan mengumpulkan pembayaran pada saat barang dan jasa diserahkan.

Jika Anda harus menagih ke pelanggan, kirim faktur pada saat produk dan jasa sampai. Selanjutnya dilanjutkan dengan tagihan pengingat dua minggu kemudian. Jika Anda tidak menerima pembayaran dalam tiga puluh hari, Anda dapat menelepon atau mengirimkan orang untuk menagih.

Berbicara langsung dengan pelanggan mungkin akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan mengirimkan surat. Untuk mendorong pembayaran lebih awal, tawarkan kepada pelanggan diskon (1 hingga 3 persen) terhadap pembayaran yang dilakukan dalam waktu lima belas hari.

Kunci untuk mengumpulkan uang dari pelanggan adalah dengan melakukannya tanpa harus merusak hubungan bisnis. Agar langkah yang akan Anda ambil tepat, Anda harus mengetahui alasan mereka, kenapa pembayaran mereka bisa lambat.

Jika pelanggan merasa keuangannya dalam keadaan darurat, berbicaralah dengan mereka (jika sebuah perusahaan, berbicara dengan presiden atau pemilik) dengan tetap memperlihatkan bahwa Anda bersedia bersabar, dan memberitahu pelanggan bahwa Anda menginginkan pembayaran secepatnya. Meminta pembayaran sebagian sebagai bukti itikad baik.

Jika pelanggan Anda berencana untuk mengajukan permohonan pailit, bergerak cepat untuk mencoba mengumpulkan sesuatu dulu sebelum semua aset lenyap.

Membuat Keuntungan
Terlepas dari apa jenis bisnis yang Anda jalankan, Anda harus memiliki modal dan waktu yang cukup untuk menopang bisnis Anda di enam bulan pertama pengoperasian. Secara khusus, Anda tidak perlu mengandalkan (menerima atau menghabiskan) uang yang datang dari bisnis Anda untuk keperluan pribadi. Semua pendapatan dari bisnis selama enam bulan pertama harus Anda investasikan kembali dalam bisnis agar ia tumbuh dan mencapai potensi yang telah Anda targetkan di tahun pertama pengoperasiannya.

Setelah melewati masa enam bulan, Anda dapat mengatur gaji bulanan yang kecil untuk diri sendiri, dan mulai menikmati hasil dari jerih payah Anda. Tapi enam bulan pertama pengoperasian untuk setiap bisnis sangatlah penting, sehingga jangan pernah berpikir untuk menggunakan uang yang dihasilkan bisnis Anda untuk keperluan pribadi selama periode tersebut.

Jika Anda memiliki rencana bisnis yang terorganisir dengan benar, dan mengimplementasikan rencana tersebut, di akhir tahun pertama Anda dapat mulai memikirkan  untuk mempekerjakan orang lain untuk mengurangi beban kerja Anda.

Ingatlah, memulai sebuah bisnis yang sukses bukan sarana menuju sebuah pekerjaan yang baik bagi diri sendiri atau cara untuk menyibukkan diri. Ini seharusnya dianggap sebagai awal dari sebuah perusahaan yang akan tumbuh dan berkembang, dengan Anda sebagai pemimpinnya.

Pada akhirnya, Anda akan memiliki orang lain yang melakukan segala pekerjaan untuk Anda, bahkan menjalankan keseluruhan operasi, ketika Anda berlibur di Bali atau Hawaii Anda tetap meneria pendapatan rutin dari bisnis awal Anda.

Jumat, 16 Oktober 2009

Inilah 5 Rahasia Kesuksesan Apple Menjadi Merek Terkuat di Muka Bumi

www.marketing.co.id – Dibalik sejumlah keluhan pengguna akan ‘cacat produk’ iPhone 5, termasuk diantaranya masalah akurasi Apple Maps dan chasing iPhone 5 yang diklaim lebih mudah tergores , Apple masih menyisakan kedigdayaan di tengah ketatnya persaingan dunia industri global.

Betapa tidak, saat ini Forbes menempatkan Apple sebagai merek terkuat di dunia, dengan brand value sebesar 87,1 miliar dolar.

Perusahaan teknologi besutan Steve Jobs tersebut, bahkan mengalahkan beberapa merek dunia lainnya, termasuk Microsoft, Coca Cola, dan IBM yang tahun ini masing duduk di peringkat kedua, ketiga dan keempat. Sedangkan untuk posisi kelima ditempati oleh Google dengan brand value sebesar 37.6 miliar dolar .

Bagaimanakah Apple melalakukan hal tersebut? Berikut ini beberapa rahasia kesuksesan Apple untuk menjadi merek terkuat di muka bumi

1. Fokus pada Merek
Sejak tahun 1999, Al Ries telah mengingatkan bahwa jika perusahaan menginginkan merek yang kokoh di benak konsumen, perusahaan harus mempersempit merek, bukan memperluasnya. Menurut penulis buku The 22 Immutable Laws of Branding tersebut, perluasan merek akan meningkatkan penjualan dalam jangka pendek, akan tetapi perluasan merek dapat berpengaruh kontraproduktif bagi upaya branding perusahaan.

Bila dibandingkan dengan pesaing Apple dari negeri gingseng, Samsung, yang dikenal selalu menawarkan varian produk yang lebih melimpah, Apple justru dikenal sebagai perusahaan yang relatif sedikit dalam mengeluarkan varian merek untuk tiap produknya. Hal inilah yang menjadikan Apple tetap bisa fokus, dan mampu mempertahankan loyalitas pelanggannya.

2. Produk revolusioner yang mudah digunakan
Sejak kemunculan iPhone generasi pertama, Steve Jobs sudah meyakini bahwa suatu produk yang revolusioner seharusnya dibuat untuk memudahkan konsumen, bukan untuk mempersulit. Kesederhanaan itulah yang kemudian menjadi filosofi bagi setiap produknya.

Produk yang digagas oleh Steve Jobs itu, hingga kini begitu digemari, karena tidak hanya berhasil membuat produk yang begitu canggih mendahului masanya, tapi dalam waktu yang bersamaan mampu menawarkan konsep simplicity, sehingga pada setiap produknya begitu nyaman dan sangat mudah untuk digunakan oleh pengguna awam sekalipun.

3. Menekan Biaya Produksi
Sudah merupakan rahasia umum, bahwa untuk menekan biaya produksi, apple menggandeng perusahaan yang bermarkas di Taiwan, Foxconn, untuk membuat pabrik pembuatan Ipad dan iPhone 5 di Cina.

Tidak hanya pada biaya produksi produk, untuk biaya iklan pun perusahaan yang bermarkas besar di Silicon Valley, California tersebut, ‘hanya’ mengeluarkan 933 juta dolar, hampir separuh dari biaya iklan Microsoft yang mencapai 1.600 juta dolar, bahkan tidak sampai sepertiga biaya iklan dari Coca Cola yang mencapai 3.256 juta dolar.

4. Komunitas dan Gaya Hidup
Keberadaan para fans fanatik yang rela antri hingga berhari – hari untuk mendapatkan produk terbaru dari Apple, tidak bisa dipungkiri ikut mendongkrak popularitas perusahaan ini. Belum lagi keuntungan publikasi lewat word of mouth yang semakin cepat melalui sejumlah media sosial seperti twitter dan facebook.

Dengan popularitas yang tinggi, menunjukkan perusahaan ini mampu menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, bukan saja bagi penggemar teknologi, tapi juga orang awam yang ingin mendapat produk yang dinilai mampu mengekspresikan kepribadian mereka.

5. Steve Jobs
Bahkan hingga kini orang masih saja mengkaitkan Apple dengan mendiang Steve Jobs. Kejeniusannya dalam membuat produk yang revolusioner, membuatnya selalu dikenang. Sejak meninggalnya Jobs, sejumlah kalangan meragukan, apakah Apple akan mampu bertahan ditengah ketatnya persaingan, mengingat hingga kini sejumlah fans tidak melihat munculnya produk yang menggebrak pasar dengan inovasi.

Kesukesan Apple saat ini, juga seringkali dianggap sebagai keberhasilan produk yang merupakan warisan inovasi sang pendiri, Steve Jobs, bukan inovasi para penerusnya (Bayu Bagas Hapsoro @bbhapsoro).

Jajaran Penjualan Berkekuatan “Prinsip”

Seperempat abad sudah penulis terjun dalam dunia penjualan. Mulai dari sebagai pelaku utama ujung tombak perusahaan, manajer madia, bahkan beberapa tahun menduduki pimpinan puncak, hingga sebagai konsultan membantu berbagai perusahaan. Dunia bisnis dan penjualan selalu disemarakkan oleh gegap gempitanya berbagai produk pelatihan pengembangan potensi, peningkatan pengetahuan, mempertajam keterampilan, hingga mengasah kompetensi. Itu semua ternyata hasilnya sangat bervariasi.
 
Berbagai teori selalu bermunculan. Produk-produk pelatihan yang menjanjikan dipublikasikan bagai konser dengan sepuluh diva. Janji-janji hasilnya pun dengan gamblang diekspos besar-besaran, ibarat selesai ikut seminar dunia langsung berubah bagaikan The Master alias magic. Padahal, kalau dengan kepala dingin kita meresapi dan terus mencermati, ternyata magic performance yang heboh sekalipun bisa memukau banyak penonton dan berhasil atas triknya. Itu semua  merupakan rangkaian proses yang harus dilewati secara konsisten, akurat, dan berkesinambungan.

Demikian pula, setiap keberhasilan jajaran penjual baik ujung tombak maupun  kesuksesan para pimpinannya perlu dipahami bahwa kunci sukses tersebut  berada pada “prinsip”. Ini harus dipahami secara mendalam dengan ujian-ujian  yang memakan waktu cukup lama serta keyakinan prinsip untuk dipercayai seutuhnya seperti kita memercayai Tuhan kita masing-masing tanpa catatan.

Karakteristik para jajaran penjualan yang berkekuatan prinsip itu akan berlaku hakiki dalam berbagai kehidupan—kehidupan pada umumnya, kehidupan di segi bisnis, atau kehidupan dalam bidang olahraga. Oleh karena itu, prinsip-prinsip tersebut akan selalu bersertanya, kita semua dapat melakukan uji perkembangan pribadi dengan secara terus-menerus mengamati dan menumbuhkembangkan sikap kita, yaitu:
  • Energi positif. Energi ini akan memancarkan aura yang menyenangkan setiap saat, di mana pun kita berada. Energi ini akan memberikan daya pikat dan daya tarik yang luar biasa kepada setiap orang saat kita berinteraksi dengan mereka. Energi positif ini selalu memberikan pengaruh positif pada lawan kita maupun diri kita, sehingga antusiasme muncul tanpa sadar karena energi positif ini.
  • Terus belajar (continuous learning). Jajaran penjual sejati akan menempatkan dirinya sebagai pembelajar sejati. Dalam arti bahwa setiap kurun waktu tertentu akan dijadikannya sebagai periode pendidikan—apakah itu pendidikan bersifat formal maupun informal, jadi kutu buku atau penjelajah seminar, hingga pelancong ilmu pengetahuan yang up to date.
  • Budaya pelayanan dan menjual (selling & service culture). Roh yang ada dari jajaran penjualan mengenai budaya sebenarnya lebih dititikberatkan pada visi dan misi kehidupan seutuhnya daripada sekadar karier. Kepuasannya akan terasa sebagai suatu kemenangan tertinggi manakala berhasil memberikan solusi dan menolong para pelanggannya menjadi bahagia dan mencapai objektif. Jadi, dengan kata lain, mental untuk selalu ingin memberikan kontribusi terbaik kepada setiap pelanggan.
  • Sinergi. Kepuasan yang didapat dikarenakan penjual memiliki kepercayaan yang diberikan oleh para pelanggannya. Sehingga, menaruh kepercayaan kepada orang lain merupakan cara yang akan dipegang secara teguh dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan kata lain, kekuatan memberdayakan serta melakukan delegasi adalah modal yang sangat berharga pada proses sinergi ini. Kepercayaan yang diterima dibungkus dengan ketulusan hati berlandaskan komitmen, keberhasilan pun pastilah selalu berada di genggaman tangan kita. (www.marketing.co.id)

10 Faktor Kegagalan Dalam Bisnis

“Mas, kenapa ya usaha ternak lele saya tidak berkembang dan malah kalau begini terus bisa dipastikan tiga bulan ke depan bisnis saya bisa bangkrut?!”

Pertanyaan serupa, dengan berbagai jenis usaha lainnya, sering saya temui baik melalui linimasa Twitter @Katapengusaha ataupun di dunia nyata umumnya. Secara spesifik saya tidak mungkin dapat dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Karena kita memerlukan riset dan konsulasi lebih dalam perihal aspek teknis dan non-teknis usaha yang Anda jalankan. Tetapi, pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan hasil dari sebuah riset yang dilakukan oleh Jhon Murphy mengenai berbagai penyebab umum sebuah kegagalan dalam bisnis.

Menurutnya, di dalam bisnis manapun dan dari negara manapun, umumnya terdapat 10 faktor penting penyebab hancurnya sebuah bisnis, yaitu diantaranya (dan besarnya pengaruh faktor tersebut pada kegagalan bisnisnya) :
1. Tidak memiliki perencanaan bisnis yang baik (berpengaruh 78%)
2. Terlalu optimis pada sales dan dana yang diperlukan (berpengaruh 73%)
3. Tidak mengenali atau mengabaikan kelemahan-kelemahannya dan tidak berusaha mencari bantuan (berpengaruh 70%)
4. Lemah dalam keterampilan dan pemahaman manajemen arus kas (berpengaruh 82%)
5. Tidak memiliki pengalaman bisnis yang cukup atau bisnisnya tidak relevan dengan pengalaman berbisnis sebelumnya (berpengaruh 63%)
6. Tidak punya kebijakan harga dengan baik (berpengaruh 77%)
7. Tidak berusaha memahami atau bahkan mengabaikan kompetitornya (berpengaruh 55%)
8. Merekrut karyawan yang tidak tepat (berpengaruh 56%)
9. Tidak mempromosikan bisnisnya dengan baik (berpengaruh 65%)
10. Tidak melakukan pemosisian perusahaannya dengan baik (berpengaruh 71%)

Nah, dari 10 faktor tadi mana yang menjadi faktor utama dalam bisnis Anda yang menjadi kendala selama ini. Atau malah ada 10 faktor tadi di bisnis Anda?

Dasar-Dasar dan Prinsip Negosiasi Herb Cohen

www.marketing.co.id – Herb Cohen, seorang pengajar ternama dalam keahlian bernegosiasi, mengatakan bahwa ada beberapa prinsip negosiasi yang menjadi dasar dan harus diketahui oleh semua negosiator. Ia menamakan prinsip negosiasi ini sebagai “The Nucleus of Negotiation.”

Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam The Nucleus of Negotiation ini bisa dengan mudah diingat karena menggunakan singkatan “TIP”. Dalam artikel ini, kita akan membahas prinsip-prinsip yang terkandung dalam TIP.

TIP: “T” Stands For “TIME”
Salah satu elemen terpenting dalam negosiasi adalah TIME (waktu).  Ada 6 peraturan (rule) penting di sini.

Rule 1 – The Dateline Rule
Dalam negosiasi manapun, dateline sangatlah penting. Karena orang-orang mempunyai dateline (tenggat waktu) yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan dan bertindak. Jika tidak ada tenggat waktu, para negosiator akan menghabiskan banyak waktu untuk mengambil keputusan dan kadang-kadang bahkan tidak mengambil keputusan sama sekali. Jadi, sebelum Anda memulai negosiasi, cari tahu apakah pihak lain mempunyai dateline yang harus dipenuhi. Bila mereka tidak punya, maka Anda harus siap tidak mendapatkan keputusan dan hasil sama sekali, atau keputusan itu butuh waktu yang sangat lama!

Rule 2 –Always Has A Dateline of Sorts
Kadang-kadang saat Anda bertanya, mereka mengatakan tidak memiliki dateline dan mereka tidak sedang dikejar waktu. Jangan panik! Mereka PASTI punya tenggat waktu, dan itu hanya gertakan saja. Bila mereka benar-benar tidak punya, dalam kebanyakan kasus, mereka tidak bakal repot-repot bertemu, berdiskusi, dan bernegosiasi dengan Anda. Tugas Anda sebagai negosiator adalah mencari tahu dan menyelidiki dateline mereka yang sebenarnya.  Terkadang Anda harus bertanya pada lebih dari satu orang.  SELALU ada dateline, ketahuilah.

Rule 3 –Tighter Timeframe is at a Disadvantage
Bandingkanlah dateline mereka dengan dateline Anda. Jika sudah membandingkannya, maka pertimbangkanlah skenario-skenario berikut:
  1. Dateline Anda lebih singkat, pendek atau lebih cepat dari mereka.
  2. Dateline Anda lebih panjang, longgar atau lebih lambat dari mereka.
Aturan ketiga mengatakan bahwa pihak dengan dateline lebih singkat dan pendek, akan berada dalam posisi yang lemah. Ini dikarenakan dia menghadapi tekanan yang lebih besar dan harus lebih cepat mengambil keputusan atau membuat kesepakatan. Bila punya dateline lebih singkat, maka dia mendapat tekanan lebih besar, yang membuat mereka cenderung lebih mudah berkompromi untuk mencapai kesepakatan.

Maka dari itu, berhati-hatilah dalam memberikan informasi.  Bila mereka mengetahui bahwa dateline Anda lebih pendek dari mereka, maka Anda akan berada pada posisi yang lebih lemah untuk melakukan negosiasi dan mencapai kesepakatan.

Sebaliknya, bila dateline Anda lebih singkat dari mereka, tetapi Anda tetap mengatakan atau memberikan kesan bahwa dateline Anda lebih panjang atau longgar, maka mereka akan mengira bahwa mereka berada dalam posisi yang lebih lemah, walaupun faktanya Andalah yang lebih lemah.

Satu hal yang dapat Anda lakukan bila dateline Anda lebih singkat dari mereka adalah berdiskusi dengan bos Anda agar  dia dapat memberikan kelonggaran waktu. Dengan begitu, Anda akan mendapatkan keuntungan dalam bernegosiasi.

Rule 4 – All Datelines Should Be Analyzed
Jadi, Anda harus tahu bahwa negosiator yang baik dan paham betul akan pentingnya dateline, mungkin tidak akan memberitahukan dateline yang sebenarnya pada Anda.  Anda harus lebih banyak bertanya, lakukan cross-check pada orang lain, dan selidikilah lebih lanjut kebenaran informasi yang ada.  Bila terdapat banyak informasi yang tidak akurat dan tidak konsisten, itu merupakan bukti bahwa mereka berbohong tentang dateline mereka. Bila mereka tahu bahwa Anda mengetahui mereka berbohong tentang dateline mereka, maka posisi Anda akan menjadi lebih kuat.

Rule 5 – Generally Patience Pays
Anda harus bersabar, tenang, dan jangan emosional dalam bernegosiasi. Negosiator yang emosional kerap tidak dapat mengambil keputusan yang logis dan benar, yang seringkali baru disesalkan kemudian. Mereka mungkin akan mencoba untuk memprovokasi dan membuat Anda menjadi emosional. Jangan terpancing, dan kekuatan akan tetap di tangan Anda.

Rule 6 – A Proposal Tended Closer to the Dateline Has More Credibility
Peraturan ini benar adanya. Bila ingin agar pihak lain berpikir bahwa ini adalah tawaran terakhir Anda, maka Anda dapat memberikan proposal sedekat mungkin dengan waktu dateline mereka. Ini akan menunjukkan pada mereka bahwa Anda sudah memikirkan semuanya dengan matang, melihat segala kemungkinan, dan ini adalah benar-benar tawaran terakhir Anda. Berikan tawaran terakhir Anda pada waktu yang sedekat mungkin dengan dateline yang ada.  Hal ini mempunyai keuntungan yang lain, yaitu mereka tidak punya banyak waktu lagi untuk melakukan tawar-menawar dan cenderung akan menerima tawaran Anda.

TIP: “I” Stands For “INFORMATION”
Sudah merupakan hal yang umum bahwa input dapat mengubah output.  Informasi (INPUT) yang Anda terima secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi tindakan, strategi, dan perilaku Anda (OUTPUT). Begitu pula, informasi yang dimiliki oleh pihak lain juga akan mempengaruhi tindakan, strategi dan perilaku mereka. Karenanya, Anda harus mencari informasi, mendengarkan dengan seksama informasi-informasi penting yang mungkin diberikan secara tidak sadar oleh pihak lain.

Karena input mempengaruhi output, Anda juga bisa memberikan informasi yang relevan kepada mereka agar dapat mempengaruhi tindakan, strategi dan perilaku mereka. Bagaimana Anda menghendaki mereka bertindak? Berikan informasi yang nantinya dapat memberikan keuntungan bagi Anda.

Pertahankan selalu konsentrasi anda.  Orang cenderung untuk memberikan informasi secara ceroboh bila mereka kehilangan konsentrasi. Orang dapat kehilangan konsentrasi bila mereka sedang lelah. Jadi sebelum bernegosiasi, pastikan anda mendapatkan istirahat yang cukup. Bila memungkinkan, lakukan negosiasi bila mereka sedang lelah, dan Anda sedang dalam kondisi puncak.

Memberikan informasi kepada pihak lain mungkin menunjukkan bahwa Anda mempercayai mereka. Saling bertukar informasi dapat mempererat hubungan yang ada. Namun berhati-hatilah bila mereka memberikan informasi kepada Anda. Jadi perhatikanlah dengan baik informasi yang Anda berikan dan dapatkan.

TIP: “P” Stands For “POWER”
POWER adalah kemampuan Anda untuk mempengaruhi perilaku pihak lain.  Pertama-tama, Anda harus menyadari bahwa pada situasi apapun dalam negosiasi, Anda SELALU punya kekuatan (power). Bahkan jika anda merasa tidak mempunyai kekuatan dan berada dalam posisi yang lemah, anda tetap punya kekuatan. Mengapa? Karena ada dua macam kekuatan:
  1. Real Power (kekuatan yang sesungguhnya), karena kekuatan memang di tangan Anda.
  2. Perceived Power, yaitu Anda sebenarnya tidak mempunyai kekuatan, tetapi pihak lain tidak tahu atau mengira kekuatan Anda lebih besar dari mereka.
Jadi, jika Anda tidak memiliki kekuatan, Anda dapat menciptakan kesan, bahwa Anda mempunyai kekuatan. Sebenarnya, kita sering UNDER-ESTIMATE dengan kekuatan kita sendiri ketika bernegosiasi, dan terlalu OVER-ESTIMATE kekuatan pihak lain!

Tahukah Anda? Pihak lain mungkin punya pikiran yang sama dengan Anda dalam hal ini. Jadi ciptakan saja kesan, bahwa Anda memiliki bargaining power yang lebih besar daripada mereka. Maka mereka secara psikologis akan merasa lebih lemah. Jadi, negosiasi tidak jauh berbeda dengan keahlian dalam permainan pikiran.

Kesimpulan
Nanti, saat Anda akan melakukan negosiasi, ingatlah selalu prinsip-prinsip The Nucleus of Negotiation.  Ingatlah selalu “TIP”. Selamat bernegosiasi! (James Gwee T.H.)

Kamis, 15 Oktober 2009

Kegagalan Biro Iklan

Kadangkala perusahaan biro iklan begitu bagus pada saat presentasi namun pada saat pembuatan ternyata jauh dari harapan. Lalu bagaimana cara memilih biro iklan yang baik?

Memilih biro iklan biasanya dilakukan dengan cara pitching. Sebelum melakukan hal tersebut, ada baiknya  kita mencari informasi mengenai biro iklannya, seperti reputasi dan iklan-iklan yang sudah dihasilkan. 

Baik-buruknya kreativitas iklan terkadang tergantung dari orang kreatif di dalamnya. Ada biro iklan yang sangat tergantung pada satu-dua orang kreatif di dalamnya. Sehingga kalau orang kreatif tersebut keluar kadangkala hasilnya menjadi tidak memuaskan. Jadi, perhatikan pula orang-orang yang membuat iklan-iklan mereka. Jika semua iklannya tergantung pada satu orang, maka berbahaya jika orang tersebut pindah ke biro iklan lain.

Selain itu, buatlah brief dengan tepat. Banyak kegagalan biro iklan karena kurang informatifnya brief yang diberikan oleh klien. Pastikan biro-biro iklan yang di-pitching benar-benar memahami brief kita sebelum mereka melakukan presentasi. Dalam hal memilih biro iklan yang akan mengikuti pitching, juga tidak perlu terlalu banyak. Cukup 3 atau paling banyak 5 biro iklan yang sudah kita kenal track record nya. Berdasarkan pengalaman saya, kreativitas biro iklan justru tidak keluar kalau mereka disandingkan dengan biro iklan lain yang jumlahnya terlalu banyak. Mereka jadi kurang motivasi karena membuat presentasi konsep kepada perusahaan sebenarnya membutuhkan enerji dan waktu yang banyak.

Pada saat menilai, ada beberapa kriteria yang bisa kita jadikan unsur penilaian yaitu strategi, media plan, kreativitas, portfolio, fee dan jangan lupa komitmen dan pelayanan. Mengenai bobot penilaian, tergantung  kita sendiri. Jika misalnya perusahaan kita masih lemah di bidang strategi, jadikan strategi bobot terbesar. Aspek ini biasanya meliputi masalah positioning dan message yang ingin disampaikan.

Jangan dilupakan, pelayanan juga sesuatu yang penting. Seperti misalnya ketepatan waktu, kualitas tim dan juga personality. Ada juga oknum di biro iklan, khususnya bagian kreatif yang membisiki  kita untuk berhubungan dengan dirinya langsung saja daripada dengan biro iklannya. Hal-hal seperti ini membuat integritas perusahaan menjadi kurang dan bisa mengganggu pekerjaan kita nantinya.

Kalau kita sudah mulai senang dengan biro iklan tertentu, ada baiknya jangan sering mengganti biro iklan. Mereka pun butuh pembelajaran yang tidak cepat untuk memahami semua strategi dan karakter merek kita. Padahal mereka merupakan partner untuk kesuksesan produk kita. (www.marketing.co.id)

Apa Faktor yang Membuat Sebuah Bisnis Sukses?

Marketing.co.id- Sebagai seorang pengusaha, tidak ada yang lebih penting selain melihat bisnis yang dijalankan sukses dan berkembang.
Anda ingin membuktikan bahwa konsep Anda bekerja, atau bisnis Anda bisa menjadi tiket untuk mencapai tujuan Anda.

Sayangnya, setiap bisnis yang berhasil, ada puluhan bisnis lain yang mengalami kegagalan.

Hal terakhir yang tidak ingin Anda lihat adalah melihat bisnis yang Anda jalankan berakhir sebagai sebuah kegagalan, bukan?

Jadi apa yang Anda butuhkan agar bisnis sukses? Menurut powerhomebiz,  elemen kunci dari bisnis sukses meliputi:
  • Menjual setiap unit untuk mendapatkan keuntungan
  • Terus mengurangi biaya overhead
  • Mengembangkan produk baru sambil tetap mempertahankan produk lama yang berkualitas tinggi
  • Cari dan tetap mempertahankan pelanggan yang bernilai tinggi
  • Membuat dan mempertahankan kepuasan pelanggan pada tingkat tertinggi
Sedangkan faktor penting untuk membuat bisnis sukses meliputi:
  • Tetap realistis pada tujuan bisnis Anda
  • Memahami value proposition Anda yang unik
  • Perhatikan pesaing utama Anda
  • Sebuah tim pemasaran mutlak Anda perlukan untuk keberhasilan bisnis
  • Untuk hasil terbaik, pemasaran dan penjualan harus seimbang.
  • Berhati-hatilah dengan fiskal, tapi pertimbangkan investasi yang ditunjukkan untuk membangun infrastruktur bisnis yang kuat dengan cepat.
  • Kecepatan eksekusi dan ‘kejam’ adalah segalanya.
Namun Richard Branson, pengusaha Maverick mengatakan, faktor utama yang membuat bisnis sukses adalah ketika Anda menikmati apa yang Anda lakukan:

“Karena memulai sebuah bisnis membutuhkan kerja keras, membutuhkan banyak waktu, Anda sebaiknya menikmatinya…membangun bisnis adalah melakukan semua tentang sesuatu yang bisa dibanggakan, mengajak orang-orang berbakat bersama Anda dan menciptakan sesuatu yang akan membuat perbedaan nyata untuk kehidupan orang lain.”

Rabu, 14 Oktober 2009

Ritel Harus Menjadi Bagian dari Gaya Hidup

www.marketing.co.id - Jika ingin menarik konsumen kelas menengah, peritel menawarkan pengalaman berbelanja yang menyenangkan dan produk berkualitas dengan harga terjangkau (affordable premium). Sementara konsumen kelas atas akan mengurangi kunjungan ke ritel grocery, mereka lebih memilih ritel-ritel yang menjual gaya hidup. Bagaimana peta persaingan dan tren industri ritel saat ini? Berikut perbincangan redaksi Majalah MARKETING dengan pengamat ritel, Yongky S. Susilo, yang juga menjabat sebagai staf ahli Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO).

Bagaimana Anda melihat persaingan industri ritel di Tanah Air saat ini?
Semakin ramai, dinamis, dan tuntutan inovasi semakin tinggi. Proses evolusi terus bergulir sesuai dengan perubahan konsumen dan daya belinya. Format dituntut berubah untuk menciptakan segmen-segmen baru. Convenience store yang dulunya toko grocery untuk kaum pria, kini menjadi tempat hang out konsumen lebih muda, tak terkecuali perempuan. Minimarket melebar menuju lebih premium. Hipermarket menjadi mid size (compact). Semua bermetamorfosa, yang menandakan mereka berjuang untuk hidup ke masa depan. Yang basic kini menuju ke arah lifestyle. Product range dulu hanya mencakup kebutuhan sehari-hari, kini dijual kebutuhan gaya hidup manusia modern seperti ponsel, kartu seluler, kartu tol, dan lain-lain.

Dari aspek marketing, titik mana yang paling ketat kompetisinya, apakah masih di harga, atau ada yang lain?
Harga masih penting di dunia ritel, apalagi situasi ekonomi dunia yang tidak menentu dan semua orang berhati-hati, termasuk konsumen Indonesia. Tetapi, kini harga bukan faktor yang utama, experience menjadi faktor penting, baik product experience maupun brand experience. Semua restoran ternama kalau Anda lihat selalu penuh di era ini. Apple Store kini menjadi toko yang crowded tidak seperti lima tahun lalu. Barang-barang basic yang selalu berkompetisi melalui harga menjadi lebih komoditas, value-nya memudar. Hanya menjadi needs, mungkin basis needs. Yang dicari kini adalah “wants”, karena konsumen memiliki daya beli. Mungkin belum bisa beli sekarang, tetapi kapan pun kesempatan datang mereka akan membelinya. Bahkan mereka setia menanti versi baru jika rumor sudah beredar.

Para marketer sudah mesti siap dengan next generation produknya. Needs menjadi membosankan, ini yang terjadi di Indonesia jika kita ke toko grocery, isi dan suasana sudah terlihat tidak semenarik dulu, segera diperlukan konsep baru. Pertumbuhan FMCG (fast moving consumer goods) sudah tidak senyaman dulu lagi, karena konsumen mengejar lifestyle. Cara berbelanja dan konsep toko harus segera mengejar gaya hidup. Sebentar lagi kita akan melihat, personal care menjadi bintang di toko grocery dari minimarket hingga hipermarket, dan convenience store. Akan lahir konsep-konsep baru. Lebih berkompetisi dengan department store daripada sesama grocery.

Jadi, tren perilaku pasar makin mengarah ke gaya hidup?
Ya, tren ritel telah masuk ke ranah gaya hidup, sesuai dengan perkembangan kelas menengah, penguatan daya beli, perbaikan distribusi, kecepatan informasi. Kelas menengah mencari kualitas bukan barang atau jasa murah meriah. Mereka punya bujet untuk kualitas, sehingga yang dicari adalah barang berkualitas dengan harga terjangkau, bukan murah tapi “affordable premium”. Dari restoran, produk personal care, makanan, dan lain-lain menggambarkan tren yang sama. Yang memanfaatkan tren tersebut akan mempunyai angka pertumbuhan yang sangat baik.

Dulu barang susah dicari sehingga yang tidak berkualitas pun laku. Kini suplai barang meningkat, barang tidak berkualitas perlahan ditinggalkan, ditambah kehadiran barang berkualitas yang terus menjamur, berkualitas dalam hal konten dan mereknya. Good brands akan menggarap dan menikmati pasar yang sedang berkembang cepat. Konsumen kelas menengah bersedia mengeluarkan lebih sedikit uang untuk barang dan merek berkualitas.

Apakah benar bahwa tren ritel sebagai media komunikasi atau aktivitas BTL (below the line) para pemilik merek semakin gencar sekarang?
BTL sudah pasti akan menjadi zona perang habis-habisan. Di sana semua pemilik merek akan mencoba hingga detik terakhir untuk mengubah keputusan konsumen agar membeli produk atau merek mereka. Dibutuhkan program yang lebih kreatif di BTL agar mendukung suasana berbelanja yang memenuhi selera konsumen gaya hidup kini. Menarik pembelanja utama (suami-istri) saja sudah merupakan tugas berat di masa mendatang, karena mereka lebih condong spending time ke tempat gaya hidup seperti Ace Hardware, Starbucks, Sport Station, Apple Store, dan lain-lain.

Spending time shopping grocery menjadi lebih kecil ke depan, sama dengan konsumen negara-negara maju. Tren ini sudah terlihat di beberapa negara di kawasan Asia. Ritel gaya hidup akan lebih beruntung menggarap pasar ini, maka kita akan semakin lihat kreativitas toko-toko di mal saat ini. Konsep toko sangat beragam dan baru. Menjual produk sederhana, tetapi dikemas apik dan unik. Secara nasional kita akan masuk ke era GDP (gross domestic product) per kapita US$4.000, US$5.000, hingga US$9.000 seperti Jakarta (US$9.000), maka siap-siap pemain ritel untuk berubah.

Banyak yang mengatakan pesatnya pertumbuhan industri ritel terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan kelas menengah?
Ya, salah satunya kelas menengah, yang meningkatkan kebutuhannya di grocery. Minimarket merupakan format yang tepat sehingga kita melihat pertumbuhan minimarket yang cepat. Dulu tahun 1990-an, hipermarket yang naik daun, kelas menengah-atas mencari tempat rekreasi dan berbelanja sekeluarga. Kelas atas kini berpindah tujuannya dari kebutuhan grocery ke arah ritel gaya hidup: sports gears, kafe, entertainment, karaoke, dan lain-lain.

Selain ritel besar seperti hipermarket, belakangan juga muncul tren convenience store seperti Lawson atau 7-Eleven, mengapa konsep ritel ini bisa dengan mudah digemari masyarakat?
Konsep baru yang pas masuk timing dan formatnya. Anak muda dengan bujet tertentu, punya banyak waktu, menemukan tempat hang out. Mereka menjadikan tempat ngobrol, tertawa, sepuas-puasnya tanpa ada yang mengusir. Tidak ada tempat lain seperti ini. Berkumpul dan bersorak-sorai dengan teman-teman sambil ngemil. GDP per kapita US$3.000 menjadi titik pertumbuhan convenience store, sedangkan GDP per kapita US$2.000 adalah minimarket.

Apa saja yang mesti diperhatikan oleh pemain agar tetap kompetitif di industri ini?
Yang mesti diperhatikan, next period, yaitu US$4.000, US$5.000, dan seterusnya. Format akan dituntut berubah, isi toko dituntut berubah. Grocery akan menjadi membosankan bagi konsumen dengan daya beli tinggi, mereka akan mengurangi alokasi waktu berbelanja grocery jika isinya dan proses berbelanja seperti apa adanya. Konsumen berdaya beli tinggi lebih meluangkan waktu untuk senang-senang dan entertainment daripada belanja grocery. Jika mereka bosan, berarti pembeli utama, yaitu suami-istri, akan jarang ke toko; impulse purchase akan turun; bisnis ritel akan turun. Jika yang berbelanja adalah pembantu atau asisten, impulse tidak akan terjadi. Jadi, peritel harus mempunyai faktor gaya hidup di dalam tokonya. Anda akan melihat toko-toko mengarah ke sana, suasana yang lifestyle dan premium, tapi harga affordable.

Kalau kita lihat industri ritel kita masih dikuasai ritel dari grup-grup besar, bagaimana dengan nasib ritel-ritel kecil, apa yang mesti mereka lakukan agar tetap bisa bertahan?
Ritel kecil tetap bisa hidup selama dia bisa diferensiasi, malah bisa mendompleng peritel besar yang menjadi magnet atau consumer puller. Jangan perang harga, jual yang berbeda, lebih personal, dan bisa custom.

Bagaimana prediksi Anda mengenai pertumbuhan penjualan ritel tahun 2012, berapa persen pertumbuhannya dibandingkan tahun lalu?
Untuk ritel grocery, pertumbuhan di tahun 2012 sekitar 13%–15%. Sedikit tertekan karena di awal tahun terkena dampak isu kenaikan BBM. Komoditas makanan naik, sehingga bujet FMCG dikurangi. Padahal kenyataannya BBM tidak jadi naik. Sekarang kena ulah spekulan dua kali, pada masa puasa dan Lebaran harga-harga komoditas sudah melambung tinggi. Tapi, di bulan Ramadan konsumen selalu lebih berani spending di makanan. Ritel lainnya juga akan mulai meningkat di kuartal tiga, tapi melemah lagi di kuartal empat. (Tony Burhanudin, Andri Darmawan)

Pahami Prinsip Dasar Bisnis Agar Sukses

Marketing.co.id- Semua bisnis yang sukses apapun ukuran dan jenisnya memiliki prinsip-prinsip dasar kunci atau hukum yang sama. Menurut sebuah buku  dari guru managemen Ram Charan:

“Bisnis itu sangat sederhana. Untuk sukses, pengusaha hanya perlu mengikuti hukum universal bisnis. Apakah bisnis itu bisnis kecil atau besar. Mereka diatur oleh prinsip-prinsip bisnis yang sama.”

Tentu saja pertanyaannya adalah: apa prinsip-prinsip dasar bisnis?
Berikut adalah top sepuluh prinsip dasar yang kami kutip dari startinguptips:
  1. Putuskan apa yang akan Anda lakukan (dan apa yang tiak anda lakukan)
  2. Tentukan siapa yang akan Anda layanai (dan fokuslah kepada mereka secara intens)
  3. Putuskan apa yang membuat Anda berbeda dari yang lain (dan lakukan)
  4. Mengelola arus kas
  5. Mengelola karyawan
  6. Kelola harapan pelanggan
  7. Tujuan
  8. Mengekspos diri (memberitahu pasar apa yang sedang Anda lakukan)
  9. Tekunlah (ketika masa-masa sulit datang)
  10. Selalu menjaga integritas Anda (dalam segala hal yang Anda lakukan)
Dan Ramsey dalam bukunya “101 Best Home Businesses” memiliki daftar yang sama dari pronsip-prinsip dasar bisnis dan pengusaha harus mengikuti. Di bawah ini adalah delapan langkah dari daftar yang terbukti berhasil untuk memulai:
  1. Tahu bisnis Anda
  2. Tahu pelanggan Anda
  3. Tahu hukum /aturan
  4. Tahu aset Anda
  5. Tambahkan nilai riil
  6. Mempertahankan pelanggan yang baik
  7. Mengelola uang dengan bijaksana
  8. Melakukannya dengan baik